Strategi Pengurangan Dampak Lingkungan

Limbah Industri


Pengertian Limbah
Apakah yang dimaksud dengan limbah? Secara umum limbah yaitu bahan buangan yang tidak terpakai dan berakibat  negatif pada masyarakat jika tidak dikelola dengan baik. Limbah adalah sisa produksi, baik dari alam maupun hasil dari kegiatan manusia.

1.    Pengertian Limbah Berdasarkan SK Menperindag No. 231/MPP/Kep/7/1997
Limbah merupakan bahan atau barang bekas sisa dari suatu kegiatan atau proses produksi yang fungsinya sudah berubah dari aslinya.
2.    Pengertian Limbah Berdasarkan PP No.18/1999 Jo.PP 85/1999
Limbah adalah sisa atau buangan dari suatu usaaha dan atau kegiatan manusia.

Macam-macam Limbah Industri

Limbah merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah proses industri. Proses-proses industri akan banyak sekali menghasilkan limbah sebagai suatu kenangan dari keberhasilannya dalam menciptakan sesuatu. Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri ini dibagi menjadi empat macam, diantaranya adalah:
1.    Limbah cair
Jenis limbah yang pertama adalah limbah cair. Limbah cair ini juga dikenal sebagai entitas pencemar air. Sesuai dengan namanya, yang disebut sebagai limbah cair adalah limbah yang mempuyai bentuk cair. Biasanya limbah industri cair ini akan dibuang langsung ke saluran air seperti selokan, sungai, bahkan lautan.
Limbah cair ini sifatnya ada yang berbahaya dan ada pula yang dapat dinetralisir secara cepat. Limbah industri  yang berbahaya yang dibuang langsung ke saluran seperti sungai, laut, maupun selokan tanpa dinetralisir terlebih dahulu pada akhirnya akan mencemari saluran- saluran tersebut sehingga akan menyebabkan ekosistem air menjadi rusak, bahkan banyak makhluk hidup yang akan mati dibuatnya. Contoh limbah cair dari industri ini antara lain adalah sisa pewarna pakaian cair, sisa pengawet cair, limbah tempe, limbah tahu, kandungan besi pada air, kebocoran minyak di laut, serta sisa- sisa bahan kimia lainnya.
2.    Limbah padat
Limbah padat merupakan buangan dari hasil-hasil industri yang tidak terpakai lagi yang berbentuk padatan, lumpur maupun bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan, ataupun sampah yang dihasilkan dari kegiatan-kegiatan industri, serta dari tempat-tempat umum.
Limbah padat seperti ini apabila dibuang di dalam air pastinya akan mencemari air tersebut dan dapat menyebabkan makhluk hidup yang tinggal di dalamnya akan mati. Sementara apabila dibuang di wilayah daratan tanpa adanya proses pengolahan, maka akan mencemari tanah di wilayah tersebut. Beberapa contoh dari limbah industri padat antara lain adalah plastik, kantong, sisa pakaian, sampah kertas, kabel, listrik, bubur-bubur sisa semen, lumpur- lumpur sisa industri, dan lain sebagainya.
3.    Limbah gas dan partikel
Limbah gas merupakan limbah yang disebabkan oleh sumber alami maupun sebagai hasil aktivitas manusia yang berbentuk molekul-molekul gas dan pada umumnya memberikan dampak yang buruk bagi kehidupan makhluk hidup yang ada di Bumi. Limbah gas ini tentu saja berbentuk gas. Oleh karena bentuknya gas, maka limbah pabrik gas ini biasanya mencemari udara.
Polusi udara adalah terjadinya pencemaran udara oleh berberapa partikulat zat (limbah) yang mengandung partikel (jelaga dan asap), hidrokarbon, nitrogen oksida, sulfur dioksida, karbon monoksida, ozon (asap kabut fotokimiawi), dan timah. Udara merupakan media pencemar untuk limbah gas. Limbah gas/ asap yang diproduksi pabrik keluar bersamaan dengan udara.
Secara alamiah udara mengandung unsur kimia seperti O2, CO2, H2, N2, dan NO2. Penambahan gas ke dalam udara yang melampaui kandungan alami akibat kegiatan manusia akan menurunkan kualitas udara.
Zat pencemar melalui media udara digolongkan menjadi dua yaitu partikel dan gas. Partikel yaitu butiran halus dan masih mungkin terlihat dengan mata telanjang seperti uap air, asap, kabut, debu, dan fume. Sedangkan pencemaran udara yang berbentuk gas dapat dirasakan melalui indra penciuman (untuk gas tertentu) ataupun akibat langsung. Gas-gas ini meliputi SO2, CO, CO2, NOx, hidrokarbon, dan lain-lain.

4.    Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Selain limbah padat, cair dan juga gas, ada satu lagi jenis limbah yang dikategorikan sebagai limbah B3, yakni limbah bahan berbahaya dan beracun. Yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan-bahan berbahaya dan beracun yang karena sifatnya, konsentrasinya, maupun jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, merusak, dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia dan juga makhluk hidup lainnya. Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3. Karakteristik limbah B3 ini membutuhkan Nilai Ambang Batas (NAB).
Nilai ambang batas adalah alternatif bahwa walau apapun yang terdapat dalam lingkungan kerjanya, manusia merasa aman. Dalam arti lain, nilai ambang batas juga diidentikkan dengan kadar maksimum yang diperkenankan. Fungsi NAB yakni sebagai indikator untuk mengetahui secara dini lingkungan tercemar atau tidak, Sabagai parameter menyatakan batasan kadar suatu zat akan berubah sifatnya dari kontaminan menjadi polutan, pedoman pengendalian masalah pencemaran, juga prlindungan bagi kesehatan masyarakat.

 Berikut beberapa Nilai Ambang Batas yang harus dipatuhi perindustrian :

1. Nilai Ambang Batas  Getaran
Untuk mengetahui pengaruh getaran terhadap kesehatan kerja, maka perlu diketahui nilai ambang batas dari getaran ini. Cara untuk mengetahui nilai ambang batas dilakukan dengan mengukur getaran yang ada kemudian dibandingkan dengan NAB yang diijinkan. Berikut ini NAB getaran berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999.

Tabel Nilai Ambang Batas Getaran untuk Pemajanan Lengan dan Tangan









2. Nilai Ambang Batas Suhu
Di Indonesia, parameter yang digunakan untuk menilai tingkat iklim kerja adalah Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB). Hal ini telah ditentukan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/MEN/1999, Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, pasal 1 ayat 9 berbunyi :
“Indeks suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang disingkat ISBB adalah parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami dan suhu bola”.1

Untuk mengetahui iklim kerja di suatu tempat kerja dilakukan pengukuran besarnya tekanan panas salah satunya dengan mengukur ISBB atau Indeks Suhu Basah dan Bola (Tim Hiperkes, 2004), macamnya adalah:
1. Untuk pekerjaan diluar gedung
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 suhu kering
2. Untuk pekerjaan didalam gedung
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi

Alat yang dapat digunakan adalah heat stress area monitor untuk mengukur suhu basah, temometer kata untuk menguku kecepatan udara dan termometer bola untuk mengukur suhu radiasi. Selain itu pengukuran iklim kerja dapat mengunakan questemt digital. Pengukuran dilakukan pada tempat tenaga kerja melakukan pekerjaan kira – kira satu meter dari pekerja.

Tabel Standar Iklim Kerja di Indonesia











Catatan :
a. Beban kerja ringan membutuhkan kaloiri 100 – 200 kilo kalori /jam.
b. Beban kerja sedang membutuhkan kalori > 200 – 350 kilo kalori/ jam.
c. Beban kerja berat membutuhkan kalori > 350 – 500 kilo kalori /jam.

3. Nilai Ambang Batas Radio













Keterangan :
kHz : Kilo Hertz
MHz : Mega Hertz GHz : Gega Hertz
f : frekuensi dalam MHz
mW/cm2 : mili Watt per senti meter pcrsegi VIm: Volt per Meter
A/m : Amper per Meter
 
4. Nilai Ambang Batas Kebisingan
Kebisingan dapat menyebabkan dampak jangka pendek maupun jangka panjang pada pendengaran. Untuk menanggulangi kebisingan di pabrik, beberapa Negara menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan.
Nilai Ambang Batas kebisingan di tempat kerja adalah intensitas suara tertinggi yang merupakan nilai rata-rata, yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang menetap untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu.
Berikut ini batas waktu pemaparan kebisingan per hari yang direkomendasikan oleh Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia pada tahun 1999


















5. Nilai Ambang Batas Penerangan 
Standar berdasarkan PMP NO. 7 / 1964 Untuk pekerjaaan membedakan barang-barang yang agak kecil  yang agak teliti paling sedikit 200 LUX ( ini yang di pakai dalam pengkuran penerangan pada praktikum k3 tentang penerangan)
• selain itu untuk penerangan darurat paling sedikit 5 lux
• halaman dan jalan di perusahaan paling sedikit 20 lux
• pekerjaaan yang membedakan barang kasar paling sedikit 50 lux
• pekerjaan membedakan barang-barang kecil sepintas lalu paling sedikit 100 lux
• pekerjaaan yang membedakan yang teliti dari bang yang kecil dan halus paling sedikit 300 lux
• perbedaan membedakan barang halus dengan kontras sedang dan dalam waktu lama antara 500-1000 lux
• pekerjan yang membedakan barang sangat halus dengan kontras yang sangat kurang untukwaktu lama paling sedikit 1000 lux

6. Nilai Ambang Batas Debu
Gas tertentu yang lepas ke udara dalam konsentrasi tertentu akan membunuh manusia. Konsentrasi fluorida yang diperkenankan dalam udara 2,5 mg/meter kubik. Fluorida dan persenyawaannya adalah racun dan mengganggu metabolisme kalsium dan enzim. Sedangkan hidrogen fluorida sangat initatif terhadap jaringan kulit, merusak paru-paru dan menimbulkan penyakit pneumonia.Asam sulfida, garam sulfida dan karbon disulfida adalah persenyawaan yang mengandung sulfur. Persenyawaan sulfida dapat terurai dan lepas ke udara menyebabkan kerusakan pada sel susunan saraf.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemaparan debu adalah:
1. Tipe debu
    a. Metalik : Bersifat logam, contoh : Pb, As, Mn
    b. Non metalik : Tergantung ada tidaknya kandungan silica.
2. Lama pemaparan, tergantung dari :
 a. Jenis debu
 b. Lama seseorang bekerja di tempat kerja 

Ukuran partikel 
a. Debu ukuran besar : > 10 mikron, tidak menimbulkan penyakit karena tidak mudah mengendap di paru-paru karena pengaruh gravitasi. 
b. Debu ukuran kecil : < 5 mikron, menimbulkan penyakit dan mengganggu kesehatan karena bersifat respirable (bisa masuk ke dalam paru dan menimbulkan penyakit) 

Konsentrasi debu 
Yaitu nilai NAB dari tiap masing-masing debu (setiap debu mempunyai NAB yang berbeda-beda).
Sedangkan karakteristik debu di saluran pernafasan yaitu:
1. Debu-debu berukuran 5-10 mikron : ditahan saluran nafas bagian atas (gangguan paryngitis)
2. Debu-debu berukuran 3-5 mikron : ditahan saluran nafas bagian tengah (asma bronchitis)
3. Debu-debu berukuran 1-3 mikron : akan mengendap di permukaan alveoli paru-paru (pneumokoniosis)
4. Debu-debu berukuran 0,1-1 mikron : tidak mudah mengendap jadi hanya hinggap di permukaan alveoli.
5. Debu-debu berukuran < 0,1 mikron : tidak hinggap di permukaan alveoli atau selaput lendir, oleh karena gerakan Brown, yang menyebabkan debu bisa keluar masuk alveoli. 


Pengolahan Limbah Industri

Mempunyai suatu rencana pengolahan limbah, merupakan suatu syarat yang harus dipunyai oleh setiap pelaku industri. Setiap keuntungan yang didapatkan dari proses industri haruslah dibarengi dengan pengolahan limbah supaya tidak merugikan bagi lingkungan maupun bagi makhluk hidup yang lainnya. Adapun pengolahan limbah ini ada banyak sekali macamnya sesuai dengan masing- masing jenis limbah. Agar lebih jelas, kita akan membahasnya sebagai berikut mengenai pengolahan limbah industri :
1.    Pengolahan limbah padat
Proses industrialisasi memang banyak sekali menimbulkan limbah. salah satu jenis limbah yang dapat dihasilakn dari proses industri adalah limbah yang berbentuk padat. Untuk mengatasi limbah padat cara yang dapat kita lakukan antara lain sebagai berikut:
·Penimbunan terbuka
Solusi atau pengolahan pertama yang bisa dilakukan pada limbah padat adalah penimbunan terbuka. Limbah padat dibagi menjadi organik dan juga non organik. Limbah padat organik akan lebih baik ditimbun, karena akan diuraikan oleh organisme- organisme pengurai sehingga akan membuat tanah menjadi lebih subur.
·Sanitary landfill
Sanitary landfill ini menggunakan lubang yang sudah dilapisi tanah liat dan juga plastik untuk mencegah pembesaran di tanah dan gas metana yang terbentuk dapat digunakan untuk menghasilkan listrik.
·Insenerasi
Hasil panas digunakan untuk listrik atau pemanas ruangan.
·Membuat kompos padat
Seperti halnya penimbunan, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwasannya limbah padat yang bersifat organik akan lebih bermanfaat apabila dibuat menjadi kompos. Kompos ini bisa dijadikan sebagai usaha masyarakat yang sangat bermanfaat bagi banyak orang.
·Daur ulang
Limbah padat yang bersifat non organik bisa dipilah- pilah kembali. Limbah padat yang masih bisa diproses kembali bisa di daur ulang menjadi barang yang baru atau dibuat barang lain yang bermanfaat atau bernilai jual tinggi. sebagai contoh adalah kerajinan dari barang- barang bekas.

2.    Pengolahan limbah cair
Selain limbah padat, industri juga akan menghasilkan limbah cair. Limbah cair penanganannya berbeda dengan limbah padat, tentu saja hal ini karena bentuknya yang berbeda.
Proses pengolahan limbah dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a.    Pengolahan Kimia
Proses pengolahan kimia biasanya digunakan untuk menetralisir limbah asam maupun basa, memisahkan padatan yang tidak terlarut, mengurangi oil conten, memperbaiki proses pemisahan. Proses secara kimiawi ini dilakukan untuk menghilangkan kandungan logan, senyawa fosfor, zat organic beracun dan mengendapkan partikel yang tidak mudah mengendap.
b.    Pengolahan Fisika
Proses pengolahan limbah secara fisika umumnya dilakukan untuk mengurangi kontaminan berupa padatan tersuspensi, zat organic maupun anorganik. Proses pengolahan secara fisika antara lain proses screen, siever, dan filterasi, pemisahan dengan pemanfaatan gaya grafitasi (sedimentasi dan oil-water separator), flotasi, adsorpsi, dan stripping.
c.    Pengolahan Biologi
Proses pengolahan limbah secara biologi ini bertujuan untuk mendagradasi kontaminan yang ada didalam limbah dengan menggunakan mikroorganisme untuk mendekomposisinya, mentransformasi zat organic beracun menjadi zat tidak beracun dan memanfaatkan kandungan limbah untuk merubahnya menjadi zat yang dapat  dimanfaatkan (gas metana). Proses biologi ini meliputi proses biologi aerob dan anaerob.
Berikut ini tahapan pengolahan limbah cair, antara lain:
a.    Proses penyaringan
Pertama limbah yang mengalir pada saluran pembuangan ini disaring, tujuannya untuk memisahkan air limbah dengan padatan-padatan yag berukuran besar. Metode penyaringan ini yang paling effisien untuk memisahkan partikel besar dari air limbah
b.    Proses Pretreatment
Limbah yang telah disaring akan dialirkan ke sebuah bak/tangki tujuanya untuk memisahkan pasir dan padatan tersuspensi yang besar, dimana laju alir limbah diperlambat agar pasir dan partikulat besar jatuh ke dasar tangki dan air limbah trus mengalir.
c.    Sedimentasi
Selesai dari pretreatment air limbah di alirkan ke sebuah bak pengendapan. Metode ini merupakan metode primer yang paling banyak digunakan. Pada proses pengendapan ini mulai terlibat proses secara kimia, dimana limbah akan di campur dengan beberapa bahan kimia untuk mengendapkan partikel-partikel kecil yang sulit untuk diendapkan danm memberikan bahan kimia untuk menghilangkan kandungan minyak pada air limbah. Endapan yang dihasilkan pada bagian bawah tangki/bak akan di pisahkan dan dikeringkan.
d.    Proses Anerobik
Pada proses ini limbah cair akan dimasukkan kedalam sebuah bioreactor, dimana mikroorganisme yang terlibat adalah bakteri anaerobik. Proses ini memiliki keunggulan mampu mengurangi kandungan zat organic didalam limbah cair dengan jumlah yang sangat banyak dan proses anaeribik pada umumnya membutuhkan biaya yang cukup rendah serta akan menghasilkan gas metan yang cukup banyak. Gas metan ini dapat dimanfaatkan untuk banyak hal,misalkan membantu system pembakaran pada boiler dan lain sebagainya.
e.    Proses Aerobic
Proses aerobic yang banyak digunakan adalah activated sludge (lumpur aktif). Limbah cair akan dialirkan kesebuah bak atau tangki yang didalamnya terdapat lumpur yang kaya akan bakteri aerob. Proses pendegradasian zat kontaminan dalam tangki terjadi dalam beberapa waktu, dan dibantu dengan proses aerasi. Proses aerasi atau pemberian gelembung ini membantu pendegradasial kontaminan menjadi lebih cepat, sebab dapat mempercepat aktfitas bakteri yang terdapat pada lumpur aktif. Selanjutnya dilakukan pengendapan alami dimana lumpur yang didapat akan dikembalikan kedalam proses.
f.      Proses Filtrasi
Proses ini merupakan proses tambahan apabila diperlukan,tujuan dari proses ini yaitu untuk menghilangkan kontaminan berbahaya yang tidak dapat diproses pada tahap-tahap sebelumnya. Dalam proses ini biasanya yang terlibat adalah vacuum filter, silica sand, karbon aktif dan lain sebagainya.
g.    Proses desinfeksi
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan mikroorganisme beracun  yang masih terbawa dalam limbah cair. Biasanya proses yang digunakan dalam desinfeksi adalah proses ozonasi (O3) dan penyinaran ultraviolet. Proses tersebut yang paling aman digunakan.
h.    Proses Pengolahan Lumpur
Hasil dari tahapan-tahapan pengolahan limbah tersebut biasanya tidak hanya air yang sudah memenuhi baku buang melainkan menghasilkan lumpur. Lumpur ini yang akan diolah, biasanya lumpur ini dihilangkan kandungan airnya menggunakan drying bad lalu di kubur (landfill).

3. Pengolahan limbah gas dan partikel
Pengolah limbah gas secara teknis dilakukan dengan menambahkan alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran udara. Pencemaran udara sebenarnya dapat berasal dari limbah berupa gas atau materi partikulat yang terbawah bersama gas tersebut. Berikut akan dijelaskan beberapa cara menangani pencemaran udara oleh limbah gas dan materi partikulat yang terbawah bersamanya.
1.    Mengontrol Emisi Gas Buang
Gas-gas buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan hidrokarbon dapat dikontrol pengeluarannya melalui beberapa metode. Gas sulfur oksida dapat dihilangkan dari udara hasil pembakaran bahan bakar dengan cara desulfurisasi menggunakan filter basah (wet scrubber).
Mekanisme kerja filter basah ini akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan berikutnya, yaitu mengenai metode menghilangkan materi partikulat, karena filter basah juga digunakan untuk menghilangkan materi partikulat.
Gas nitrogen oksida dapat dikurangi dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dengan cara menurunkan suhu pembakaran. Produksi gas karbon monoksida dan hidrokarbon dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dapat dikurangi dengan cara memasang alat pengubah katalitik (catalytic converter) untuk menyempurnakan pembakaran.
Selain cara-cara yang disebutkan diatas, emisi gas buang jugadapat dikurangi kegiatan pembakaran bahan bakar atau mulai menggunakan sumber bahan bakar alternatif yang lebih sedikit menghasilkan gas buang yang merupakan polutan.
2.    Menghilangkan Materi Partikulat Dari Udara Pembuangan
a.    Filter Udara
Filter udara dimaksudkan untuk yang ikut keluar pada cerobong atau stack, agar tidak ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih yang saja yang keluar dari cerobong. Filter udara yang dipasang ini harus secara tetap diamati (dikontrol), kalau sudah jenuh  (sudah penuh dengan abu/ debu) harus segera diganti dengan yang baru.
Jenis filter udara yang digunakan tergantung pada sifat gas buangan yang keluar dari proses industri, apakah berdebu banyak, apakah bersifat asam, atau bersifat alkalis dan lain sebagainya
b.    Pengendap Siklon
Pengendap Siklon atau Cyclone Separators adalah pengedap debu / abu yang ikut dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu. Prinsip kerja pengendap siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara / gas buangan yang sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon sehingga partikel yang relatif   “berat” akan jatuh ke bawah.
Ukuran partikel / debu / abu yang bisa diendapkan oleh siklon adalah antara 5 u – 40 u. Makin besar ukuran debu makin cepat partikel tersebut diendapkan.
c.    Filter Basah
Nama lain dari filter basah adalah Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip kerja filter basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas alt, sedangkan udara yang kotor dari bagian bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut semprotkan air turun ke bawah.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dapat juga prinsip kerja pengendap siklon dan filter basah digabungkan menjadi satu. Penggabungan kedua macam prinsip kerja tersebut menghasilkan suatu alat penangkap debu yang dinamakan.
d.    Pegendap Sistem Gravitasi
Alat pengendap ini hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor yang ukuran partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 u atau lebih. Cara kerja alat ini sederhana sekali, yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat yang dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi perubahan kecepatan secara tiba-tiba (speed drop), zarah akan jatuh terkumpul di bawah akibat gaya beratnya sendiri (gravitasi). Kecepatan pengendapan tergantung pada dimensi alatnya.
e.    Pengendap Elektrostatik
Alat pengendap elektrostatik digunakan untuk membersihkan udara yang kotor dalam jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya adalah aerosol atau uap air. Alat ini dapat membersihkan udara secara cepat dan udara yang keluar dari alat ini sudah relatif bersih.
Alat pengendap elektrostatik ini menggunakan arus searah (DC) yang mempunyai tegangan antara 25 – 100 kv. Alat pengendap ini berupa tabung silinder di mana dindingnya diberi muatan positif, sedangkan di tengah ada sebuah kawat yang merupakan pusat silinder, sejajar dinding tabung, diberi muatan negatif. Adanya perbedaan tegangan yang cukup besar akan menimbulkan corona discharga di daerah sekitar pusat silinder. Hal ini menyebabkan udara kotor seolah – olah mengalami ionisasi. Kotoran udara menjadi ion negatif sedangkan udara bersih menjadi ion positif dan masing-masing akan menuju ke elektroda yang sesuai. Kotoran yang menjadi ion negatif akan ditarik oleh dinding tabung sedangkan udara bersih akan berada di tengah-tengah silinder dan kemudian terhembus keluar.
4. Pengolahan limbah B3
Limbah B3 yang sangat berbahaya apabila dibiarkan saja tentu akan menimbulkan dampak yang buruk. Oleh karena itulah kita harus bisa mengolahnya supaya tidak berbahaya. Berikut merupakan pengolahan limbah B3:
1.    proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan, stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa.
2.    proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik, dll.
3.    proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya racun sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan akhir
4.    proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah menggunakan alat khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran harus mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr.



Nama       :    Fitriya Ayuningtyas Rumanda
Dosen      :    Bp. Abdul Malik Firdaus
Bahasan  :    Strategi Pengurangan Dampak Lingkungan




Referensi :
diakses tanggal 15 November 2017
diakses tanggal 15 November 2017
diakses tanggal 15 November 2017
diakses tanggal 15 November 2017

diakses tanggal 15 November 2017

Comments