Limbah Industri
Pengertian
Limbah
Apakah yang dimaksud dengan limbah? Secara umum limbah yaitu
bahan buangan yang tidak terpakai dan berakibat negatif pada masyarakat
jika tidak dikelola dengan baik. Limbah adalah sisa produksi, baik dari alam
maupun hasil dari kegiatan manusia.
1.
Pengertian Limbah Berdasarkan SK Menperindag No.
231/MPP/Kep/7/1997
Limbah merupakan bahan atau
barang bekas sisa dari suatu kegiatan atau proses produksi yang fungsinya sudah
berubah dari aslinya.
2.
Pengertian Limbah Berdasarkan PP No.18/1999
Jo.PP 85/1999
Limbah adalah sisa atau buangan dari suatu usaaha dan atau kegiatan
manusia.
Macam-macam
Limbah Industri
Limbah merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari
sebuah proses industri. Proses-proses industri akan banyak sekali menghasilkan limbah sebagai
suatu kenangan dari keberhasilannya dalam menciptakan sesuatu. Berdasarkan
karakteristiknya, limbah industri ini dibagi menjadi empat macam, diantaranya
adalah:
1.
Limbah cair
Jenis limbah yang pertama adalah limbah cair. Limbah cair ini
juga dikenal sebagai entitas pencemar air. Sesuai dengan namanya, yang disebut
sebagai limbah cair adalah limbah yang mempuyai bentuk cair. Biasanya limbah
industri cair ini akan dibuang langsung ke saluran air seperti selokan,
sungai, bahkan lautan.
Limbah cair ini sifatnya ada yang berbahaya dan ada pula yang
dapat dinetralisir secara cepat. Limbah industri yang berbahaya yang
dibuang langsung ke saluran seperti sungai, laut, maupun selokan tanpa
dinetralisir terlebih dahulu pada akhirnya akan mencemari saluran- saluran
tersebut sehingga akan menyebabkan ekosistem air menjadi rusak, bahkan banyak
makhluk hidup yang akan mati dibuatnya. Contoh limbah cair dari industri ini
antara lain adalah sisa pewarna pakaian cair, sisa pengawet cair, limbah tempe,
limbah tahu, kandungan besi pada air, kebocoran minyak di laut, serta sisa-
sisa bahan kimia lainnya.
2.
Limbah padat
Limbah padat merupakan buangan dari hasil-hasil industri yang
tidak terpakai lagi yang berbentuk padatan, lumpur maupun bubur yang berasal
dari suatu proses pengolahan, ataupun sampah yang dihasilkan dari kegiatan-kegiatan
industri, serta dari tempat-tempat umum.
Limbah padat seperti ini apabila dibuang di dalam air
pastinya akan mencemari air tersebut dan dapat menyebabkan makhluk hidup yang
tinggal di dalamnya akan mati. Sementara apabila dibuang di wilayah daratan tanpa adanya proses
pengolahan, maka akan mencemari tanah di wilayah tersebut. Beberapa contoh dari
limbah industri padat antara lain adalah plastik, kantong, sisa pakaian, sampah
kertas, kabel, listrik, bubur-bubur sisa semen, lumpur- lumpur sisa industri,
dan lain sebagainya.
3.
Limbah gas dan partikel
Limbah gas merupakan limbah yang disebabkan oleh sumber alami
maupun sebagai hasil aktivitas manusia yang berbentuk molekul-molekul gas dan
pada umumnya memberikan dampak yang buruk bagi kehidupan makhluk hidup yang ada
di Bumi. Limbah gas ini tentu saja berbentuk gas. Oleh karena bentuknya gas,
maka limbah pabrik gas ini biasanya mencemari udara.
Polusi udara adalah terjadinya
pencemaran udara oleh berberapa partikulat zat (limbah) yang mengandung
partikel (jelaga dan asap), hidrokarbon, nitrogen oksida, sulfur dioksida,
karbon monoksida, ozon (asap kabut fotokimiawi), dan timah. Udara merupakan
media pencemar untuk limbah gas. Limbah gas/ asap yang diproduksi pabrik keluar
bersamaan dengan udara.
Secara alamiah udara mengandung
unsur kimia seperti O2, CO2, H2, N2, dan NO2. Penambahan gas ke dalam udara yang melampaui kandungan alami
akibat kegiatan manusia akan menurunkan kualitas udara.
Zat pencemar melalui media
udara digolongkan menjadi dua yaitu partikel dan gas. Partikel yaitu butiran
halus dan masih mungkin terlihat dengan mata telanjang seperti uap air, asap,
kabut, debu, dan fume. Sedangkan pencemaran udara yang berbentuk gas dapat
dirasakan melalui indra penciuman (untuk gas tertentu) ataupun akibat langsung.
Gas-gas ini meliputi SO2, CO, CO2, NOx, hidrokarbon, dan lain-lain.
4.
Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Selain limbah padat, cair dan juga gas, ada satu lagi jenis limbah yang
dikategorikan sebagai limbah B3, yakni limbah bahan berbahaya dan beracun. Yang
dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung
bahan-bahan berbahaya dan beracun yang karena sifatnya, konsentrasinya, maupun
jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan,
merusak, dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia dan juga makhluk hidup lainnya. Yang termasuk
limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak
digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas
kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini
termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut:
mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi,
bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat
diketahui termasuk limbah B3. Karakteristik limbah B3 ini membutuhkan Nilai Ambang
Batas (NAB).
Nilai ambang batas adalah
alternatif bahwa walau apapun yang terdapat dalam lingkungan kerjanya, manusia
merasa aman. Dalam arti lain, nilai ambang batas juga diidentikkan dengan kadar
maksimum yang diperkenankan. Fungsi NAB yakni sebagai indikator untuk mengetahui secara dini lingkungan tercemar atau tidak, Sabagai parameter menyatakan batasan kadar suatu zat
akan berubah sifatnya dari kontaminan menjadi polutan, pedoman pengendalian masalah pencemaran, juga prlindungan bagi kesehatan masyarakat.
Berikut beberapa Nilai Ambang Batas yang harus
dipatuhi perindustrian :
1. Nilai Ambang Batas
Getaran
Untuk mengetahui pengaruh getaran terhadap kesehatan kerja, maka perlu diketahui nilai ambang batas dari getaran ini. Cara untuk mengetahui nilai ambang batas dilakukan dengan mengukur getaran yang ada kemudian dibandingkan dengan NAB yang diijinkan. Berikut ini NAB getaran berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999.
Untuk mengetahui pengaruh getaran terhadap kesehatan kerja, maka perlu diketahui nilai ambang batas dari getaran ini. Cara untuk mengetahui nilai ambang batas dilakukan dengan mengukur getaran yang ada kemudian dibandingkan dengan NAB yang diijinkan. Berikut ini NAB getaran berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999.
Tabel Nilai Ambang Batas Getaran untuk Pemajanan Lengan dan Tangan
2. Nilai Ambang Batas Suhu
Di Indonesia, parameter yang digunakan untuk menilai tingkat iklim kerja adalah Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB). Hal ini telah ditentukan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/MEN/1999, Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, pasal 1 ayat 9 berbunyi :
“Indeks suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang disingkat ISBB adalah parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami dan suhu bola”.1
Di Indonesia, parameter yang digunakan untuk menilai tingkat iklim kerja adalah Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB). Hal ini telah ditentukan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/MEN/1999, Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, pasal 1 ayat 9 berbunyi :
“Indeks suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang disingkat ISBB adalah parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami dan suhu bola”.1
Untuk mengetahui iklim kerja di suatu tempat kerja dilakukan pengukuran besarnya tekanan panas salah satunya dengan mengukur ISBB atau Indeks Suhu Basah dan Bola (Tim Hiperkes, 2004), macamnya adalah:
1. Untuk pekerjaan diluar gedung
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 suhu kering
2. Untuk pekerjaan didalam gedung
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi
Alat yang dapat digunakan adalah heat stress area monitor untuk mengukur suhu basah, temometer kata untuk menguku kecepatan udara dan termometer bola untuk mengukur suhu radiasi. Selain itu pengukuran iklim kerja dapat mengunakan questemt digital. Pengukuran dilakukan pada tempat tenaga kerja melakukan pekerjaan kira – kira satu meter dari pekerja.
Tabel
Standar Iklim Kerja di Indonesia
Catatan
:
a. Beban kerja ringan membutuhkan kaloiri 100 – 200 kilo kalori /jam.
b. Beban kerja sedang membutuhkan kalori > 200 – 350 kilo kalori/ jam.
c. Beban kerja berat membutuhkan kalori > 350 – 500 kilo kalori /jam.
a. Beban kerja ringan membutuhkan kaloiri 100 – 200 kilo kalori /jam.
b. Beban kerja sedang membutuhkan kalori > 200 – 350 kilo kalori/ jam.
c. Beban kerja berat membutuhkan kalori > 350 – 500 kilo kalori /jam.
3. Nilai Ambang Batas Radio
Keterangan
:
kHz : Kilo Hertz
MHz : Mega Hertz GHz : Gega Hertz
f : frekuensi dalam MHz
mW/cm2 : mili Watt per senti meter pcrsegi VIm: Volt per Meter
A/m : Amper per Meter
kHz : Kilo Hertz
MHz : Mega Hertz GHz : Gega Hertz
f : frekuensi dalam MHz
mW/cm2 : mili Watt per senti meter pcrsegi VIm: Volt per Meter
A/m : Amper per Meter
4. Nilai Ambang Batas
Kebisingan
Kebisingan dapat menyebabkan dampak jangka pendek maupun jangka panjang pada pendengaran. Untuk menanggulangi kebisingan di pabrik, beberapa Negara menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan.
Nilai Ambang Batas kebisingan di tempat kerja adalah intensitas suara tertinggi yang merupakan nilai rata-rata, yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang menetap untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu.
Berikut ini batas waktu pemaparan kebisingan per hari yang direkomendasikan oleh Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia pada tahun 1999
Kebisingan dapat menyebabkan dampak jangka pendek maupun jangka panjang pada pendengaran. Untuk menanggulangi kebisingan di pabrik, beberapa Negara menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan.
Nilai Ambang Batas kebisingan di tempat kerja adalah intensitas suara tertinggi yang merupakan nilai rata-rata, yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang menetap untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu.
Berikut ini batas waktu pemaparan kebisingan per hari yang direkomendasikan oleh Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia pada tahun 1999
5. Nilai Ambang Batas Penerangan
Standar
berdasarkan PMP NO. 7 / 1964 Untuk pekerjaaan membedakan barang-barang yang
agak kecil yang agak teliti paling sedikit 200 LUX ( ini yang di pakai
dalam pengkuran penerangan pada praktikum k3 tentang penerangan)
• selain itu untuk penerangan darurat paling sedikit 5 lux
• halaman dan jalan di perusahaan paling sedikit 20 lux
• pekerjaaan yang membedakan barang kasar paling sedikit 50 lux
• pekerjaan membedakan barang-barang kecil sepintas lalu paling sedikit 100 lux
• pekerjaaan yang membedakan yang teliti dari bang yang kecil dan halus paling sedikit 300 lux
• perbedaan membedakan barang halus dengan kontras sedang dan dalam waktu lama antara 500-1000 lux
• pekerjan yang membedakan barang sangat halus dengan kontras yang sangat kurang untukwaktu lama paling sedikit 1000 lux
• selain itu untuk penerangan darurat paling sedikit 5 lux
• halaman dan jalan di perusahaan paling sedikit 20 lux
• pekerjaaan yang membedakan barang kasar paling sedikit 50 lux
• pekerjaan membedakan barang-barang kecil sepintas lalu paling sedikit 100 lux
• pekerjaaan yang membedakan yang teliti dari bang yang kecil dan halus paling sedikit 300 lux
• perbedaan membedakan barang halus dengan kontras sedang dan dalam waktu lama antara 500-1000 lux
• pekerjan yang membedakan barang sangat halus dengan kontras yang sangat kurang untukwaktu lama paling sedikit 1000 lux
6. Nilai Ambang Batas Debu
Gas
tertentu yang lepas ke udara dalam konsentrasi tertentu akan membunuh manusia.
Konsentrasi fluorida yang diperkenankan dalam udara 2,5 mg/meter kubik.
Fluorida dan persenyawaannya adalah racun dan mengganggu metabolisme kalsium
dan enzim. Sedangkan hidrogen fluorida sangat initatif terhadap jaringan kulit,
merusak paru-paru dan menimbulkan penyakit pneumonia.Asam sulfida, garam
sulfida dan karbon disulfida adalah persenyawaan yang mengandung sulfur.
Persenyawaan sulfida dapat terurai dan lepas ke udara menyebabkan kerusakan
pada sel susunan saraf.
Faktor-faktor
yang berhubungan dengan pemaparan debu adalah:
1. Tipe debu
a. Metalik : Bersifat logam, contoh : Pb, As, Mn
b. Non metalik : Tergantung ada tidaknya kandungan silica.
2. Lama pemaparan, tergantung dari :
a. Jenis debu
b. Lama seseorang bekerja di tempat kerja
1. Tipe debu
a. Metalik : Bersifat logam, contoh : Pb, As, Mn
b. Non metalik : Tergantung ada tidaknya kandungan silica.
2. Lama pemaparan, tergantung dari :
a. Jenis debu
b. Lama seseorang bekerja di tempat kerja
Ukuran
partikel
a.
Debu ukuran besar : > 10 mikron, tidak menimbulkan penyakit karena tidak
mudah mengendap di paru-paru karena pengaruh gravitasi.
b.
Debu ukuran kecil : < 5 mikron, menimbulkan penyakit dan mengganggu
kesehatan karena bersifat respirable (bisa masuk ke dalam paru dan menimbulkan
penyakit)
Konsentrasi
debu
Yaitu
nilai NAB dari tiap masing-masing debu (setiap debu mempunyai NAB yang
berbeda-beda).
Sedangkan karakteristik debu di saluran pernafasan yaitu:
1. Debu-debu berukuran 5-10 mikron : ditahan saluran nafas bagian atas (gangguan paryngitis)
2. Debu-debu berukuran 3-5 mikron : ditahan saluran nafas bagian tengah (asma bronchitis)
3. Debu-debu berukuran 1-3 mikron : akan mengendap di permukaan alveoli paru-paru (pneumokoniosis)
4. Debu-debu berukuran 0,1-1 mikron : tidak mudah mengendap jadi hanya hinggap di permukaan alveoli.
5. Debu-debu berukuran < 0,1 mikron : tidak hinggap di permukaan alveoli atau selaput lendir, oleh karena gerakan Brown, yang menyebabkan debu bisa keluar masuk alveoli.
Sedangkan karakteristik debu di saluran pernafasan yaitu:
1. Debu-debu berukuran 5-10 mikron : ditahan saluran nafas bagian atas (gangguan paryngitis)
2. Debu-debu berukuran 3-5 mikron : ditahan saluran nafas bagian tengah (asma bronchitis)
3. Debu-debu berukuran 1-3 mikron : akan mengendap di permukaan alveoli paru-paru (pneumokoniosis)
4. Debu-debu berukuran 0,1-1 mikron : tidak mudah mengendap jadi hanya hinggap di permukaan alveoli.
5. Debu-debu berukuran < 0,1 mikron : tidak hinggap di permukaan alveoli atau selaput lendir, oleh karena gerakan Brown, yang menyebabkan debu bisa keluar masuk alveoli.
Pengolahan
Limbah Industri
Mempunyai suatu rencana pengolahan limbah, merupakan suatu
syarat yang harus dipunyai oleh setiap pelaku industri. Setiap keuntungan yang
didapatkan dari proses industri haruslah dibarengi dengan pengolahan limbah
supaya tidak merugikan bagi lingkungan maupun bagi makhluk hidup yang lainnya.
Adapun pengolahan limbah ini ada banyak sekali macamnya sesuai dengan masing-
masing jenis limbah. Agar lebih jelas, kita akan membahasnya sebagai berikut
mengenai pengolahan limbah industri :
1.
Pengolahan limbah padat
Proses industrialisasi memang banyak sekali menimbulkan
limbah. salah satu jenis limbah yang dapat dihasilakn dari proses industri
adalah limbah yang berbentuk padat. Untuk mengatasi limbah padat cara yang
dapat kita lakukan antara lain sebagai berikut:
·Penimbunan
terbuka
Solusi atau pengolahan pertama yang bisa dilakukan pada
limbah padat adalah penimbunan terbuka. Limbah padat dibagi menjadi organik dan
juga non organik. Limbah padat organik akan lebih baik ditimbun, karena akan
diuraikan oleh organisme- organisme pengurai sehingga akan membuat tanah
menjadi lebih subur.
·Sanitary
landfill
Sanitary landfill ini menggunakan lubang yang sudah dilapisi tanah liat dan
juga plastik untuk mencegah pembesaran di tanah dan gas metana yang terbentuk
dapat digunakan untuk menghasilkan listrik.
·Insenerasi
Hasil panas digunakan untuk listrik atau pemanas ruangan.
·Membuat
kompos padat
Seperti halnya penimbunan, seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya bahwasannya limbah padat yang bersifat organik akan lebih bermanfaat
apabila dibuat menjadi kompos. Kompos ini bisa dijadikan sebagai usaha
masyarakat yang sangat bermanfaat bagi banyak orang.
·Daur ulang
Limbah padat yang bersifat non organik bisa dipilah- pilah
kembali. Limbah padat yang masih bisa diproses kembali bisa di daur ulang
menjadi barang yang baru atau dibuat barang lain yang bermanfaat atau bernilai
jual tinggi. sebagai contoh adalah kerajinan dari barang- barang bekas.
2.
Pengolahan limbah cair
Selain limbah padat, industri juga akan menghasilkan limbah
cair. Limbah cair penanganannya berbeda dengan limbah padat, tentu saja hal ini
karena bentuknya yang berbeda.
Proses pengolahan limbah dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Pengolahan
Kimia
Proses pengolahan kimia biasanya digunakan untuk menetralisir
limbah asam maupun basa, memisahkan padatan yang tidak terlarut, mengurangi oil
conten, memperbaiki proses pemisahan. Proses secara kimiawi ini dilakukan untuk
menghilangkan kandungan logan, senyawa fosfor, zat organic beracun dan
mengendapkan partikel yang tidak mudah mengendap.
b.
Pengolahan Fisika
Proses pengolahan limbah secara fisika umumnya dilakukan
untuk mengurangi kontaminan berupa padatan tersuspensi, zat organic maupun
anorganik. Proses pengolahan secara fisika antara lain proses screen, siever,
dan filterasi, pemisahan dengan pemanfaatan gaya grafitasi (sedimentasi dan
oil-water separator), flotasi, adsorpsi, dan stripping.
c. Pengolahan
Biologi
Proses pengolahan limbah secara biologi ini bertujuan untuk
mendagradasi kontaminan yang ada didalam limbah dengan menggunakan mikroorganisme
untuk mendekomposisinya, mentransformasi zat organic beracun menjadi zat tidak
beracun dan memanfaatkan kandungan limbah untuk merubahnya menjadi zat yang
dapat dimanfaatkan (gas metana). Proses
biologi ini meliputi proses biologi aerob dan anaerob.
Berikut ini tahapan pengolahan limbah cair, antara lain:
a.
Proses penyaringan
Pertama limbah yang mengalir pada saluran pembuangan ini
disaring, tujuannya untuk memisahkan air limbah dengan padatan-padatan yag
berukuran besar. Metode penyaringan ini yang paling effisien untuk memisahkan
partikel besar dari air limbah
b.
Proses Pretreatment
Limbah yang telah disaring akan dialirkan ke sebuah
bak/tangki tujuanya untuk memisahkan pasir dan padatan tersuspensi yang besar,
dimana laju alir limbah diperlambat agar pasir dan partikulat besar jatuh ke
dasar tangki dan air limbah trus mengalir.
c.
Sedimentasi
Selesai dari pretreatment air limbah di alirkan ke sebuah bak
pengendapan. Metode ini merupakan metode primer yang paling banyak digunakan.
Pada proses pengendapan ini mulai terlibat proses secara kimia, dimana limbah
akan di campur dengan beberapa bahan kimia untuk mengendapkan partikel-partikel
kecil yang sulit untuk diendapkan danm memberikan bahan kimia untuk menghilangkan
kandungan minyak pada air limbah. Endapan yang dihasilkan pada bagian bawah
tangki/bak akan di pisahkan dan dikeringkan.
d.
Proses Anerobik
Pada proses ini limbah cair akan dimasukkan kedalam sebuah
bioreactor, dimana mikroorganisme yang terlibat adalah bakteri anaerobik.
Proses ini memiliki keunggulan mampu mengurangi kandungan zat organic didalam
limbah cair dengan jumlah yang sangat banyak dan proses anaeribik pada umumnya
membutuhkan biaya yang cukup rendah serta akan menghasilkan gas metan yang
cukup banyak. Gas metan ini dapat dimanfaatkan untuk banyak hal,misalkan
membantu system pembakaran pada boiler dan lain sebagainya.
e.
Proses Aerobic
Proses aerobic yang banyak digunakan adalah activated sludge
(lumpur aktif). Limbah cair akan dialirkan kesebuah bak atau tangki yang
didalamnya terdapat lumpur yang kaya akan bakteri aerob. Proses pendegradasian
zat kontaminan dalam tangki terjadi dalam beberapa waktu, dan dibantu dengan
proses aerasi. Proses aerasi atau pemberian gelembung ini membantu
pendegradasial kontaminan menjadi lebih cepat, sebab dapat mempercepat aktfitas
bakteri yang terdapat pada lumpur aktif. Selanjutnya dilakukan pengendapan
alami dimana lumpur yang didapat akan dikembalikan kedalam proses.
f.
Proses Filtrasi
Proses ini merupakan proses tambahan apabila
diperlukan,tujuan dari proses ini yaitu untuk menghilangkan kontaminan
berbahaya yang tidak dapat diproses pada tahap-tahap sebelumnya. Dalam proses
ini biasanya yang terlibat adalah vacuum filter, silica sand, karbon aktif dan
lain sebagainya.
g.
Proses desinfeksi
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan mikroorganisme
beracun yang masih terbawa dalam limbah
cair. Biasanya proses yang digunakan dalam desinfeksi adalah proses ozonasi (O3)
dan penyinaran ultraviolet. Proses tersebut yang paling aman digunakan.
h.
Proses Pengolahan Lumpur
Hasil dari tahapan-tahapan pengolahan limbah tersebut
biasanya tidak hanya air yang sudah memenuhi baku buang melainkan menghasilkan
lumpur. Lumpur ini yang akan diolah, biasanya lumpur ini dihilangkan kandungan
airnya menggunakan drying bad lalu di kubur (landfill).
3. Pengolahan limbah gas dan partikel
Pengolah limbah gas secara teknis dilakukan dengan
menambahkan alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran udara. Pencemaran udara
sebenarnya dapat berasal dari limbah berupa gas atau materi partikulat yang
terbawah bersama gas tersebut. Berikut akan dijelaskan beberapa cara menangani
pencemaran udara oleh limbah gas dan materi partikulat yang terbawah
bersamanya.
1.
Mengontrol Emisi Gas Buang
Gas-gas buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon
monoksida, dan hidrokarbon dapat dikontrol pengeluarannya melalui beberapa
metode. Gas sulfur oksida dapat dihilangkan dari udara hasil pembakaran bahan
bakar dengan cara desulfurisasi menggunakan filter basah (wet scrubber).
Mekanisme kerja filter basah ini akan dibahas lebih lanjut
pada pembahasan berikutnya, yaitu mengenai metode menghilangkan materi
partikulat, karena filter basah juga digunakan untuk menghilangkan materi
partikulat.
Gas nitrogen oksida dapat dikurangi dari hasil pembakaran
kendaraan bermotor dengan cara menurunkan suhu pembakaran. Produksi gas karbon
monoksida dan hidrokarbon dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dapat
dikurangi dengan cara memasang alat pengubah katalitik (catalytic converter)
untuk menyempurnakan pembakaran.
Selain cara-cara yang disebutkan diatas, emisi gas buang
jugadapat dikurangi kegiatan pembakaran bahan bakar atau mulai menggunakan
sumber bahan bakar alternatif yang lebih sedikit menghasilkan gas buang yang
merupakan polutan.
2.
Menghilangkan Materi Partikulat Dari Udara Pembuangan
a.
Filter Udara
Filter udara dimaksudkan untuk yang ikut keluar pada cerobong
atau stack, agar tidak ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih
yang saja yang keluar dari cerobong. Filter udara yang dipasang ini harus
secara tetap diamati (dikontrol), kalau sudah jenuh (sudah penuh dengan abu/ debu) harus segera
diganti dengan yang baru.
Jenis filter udara yang digunakan tergantung pada sifat gas
buangan yang keluar dari proses industri, apakah berdebu banyak, apakah
bersifat asam, atau bersifat alkalis dan lain sebagainya
b.
Pengendap Siklon
Pengendap Siklon atau Cyclone Separators adalah pengedap debu
/ abu yang ikut dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu.
Prinsip kerja pengendap siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara /
gas buangan yang sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon
sehingga partikel yang relatif “berat”
akan jatuh ke bawah.
Ukuran partikel / debu / abu yang bisa diendapkan oleh siklon
adalah antara 5 u – 40 u. Makin besar ukuran debu makin cepat partikel tersebut
diendapkan.
c.
Filter Basah
Nama lain dari filter basah adalah Scrubbers atau Wet
Collectors. Prinsip kerja filter basah adalah membersihkan udara yang kotor
dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas alt, sedangkan udara yang kotor
dari bagian bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka
debu akan ikut semprotkan air turun ke bawah.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dapat juga prinsip
kerja pengendap siklon dan filter basah digabungkan menjadi satu. Penggabungan
kedua macam prinsip kerja tersebut menghasilkan suatu alat penangkap debu yang
dinamakan.
d.
Pegendap Sistem Gravitasi
Alat pengendap ini hanya digunakan untuk membersihkan udara
kotor yang ukuran partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 u atau lebih.
Cara kerja alat ini sederhana sekali, yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor
ke dalam alat yang dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi perubahan
kecepatan secara tiba-tiba (speed drop), zarah akan jatuh terkumpul di bawah
akibat gaya beratnya sendiri (gravitasi). Kecepatan pengendapan tergantung pada
dimensi alatnya.
e.
Pengendap Elektrostatik
Alat pengendap elektrostatik digunakan untuk membersihkan
udara yang kotor dalam jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya
adalah aerosol atau uap air. Alat ini dapat membersihkan udara secara cepat dan
udara yang keluar dari alat ini sudah relatif bersih.
Alat pengendap elektrostatik ini menggunakan arus searah (DC)
yang mempunyai tegangan antara 25 – 100 kv. Alat pengendap ini berupa tabung
silinder di mana dindingnya diberi muatan positif, sedangkan di tengah ada
sebuah kawat yang merupakan pusat silinder, sejajar dinding tabung, diberi
muatan negatif. Adanya perbedaan tegangan yang cukup besar akan menimbulkan
corona discharga di daerah sekitar pusat silinder. Hal ini menyebabkan udara
kotor seolah – olah mengalami ionisasi. Kotoran udara menjadi ion negatif
sedangkan udara bersih menjadi ion positif dan masing-masing akan menuju ke
elektroda yang sesuai. Kotoran yang menjadi ion negatif akan ditarik oleh
dinding tabung sedangkan udara bersih akan berada di tengah-tengah silinder dan
kemudian terhembus keluar.
4. Pengolahan limbah B3
Limbah B3 yang sangat berbahaya apabila dibiarkan saja tentu
akan menimbulkan dampak yang buruk. Oleh karena itulah kita harus bisa
mengolahnya supaya tidak berbahaya. Berikut merupakan pengolahan limbah B3:
1. proses
secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan, stabilisasi,
adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa.
2. proses
secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan
komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik,
dll.
3. proses
stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan
kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya
racun sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan akhir
4. proses
insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah menggunakan alat
khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran harus mencapai 99,99% atau
lebih. Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi) dengan
berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr.
Nama : Fitriya Ayuningtyas Rumanda
Dosen : Bp. Abdul Malik Firdaus
Bahasan : Strategi Pengurangan Dampak Lingkungan
Referensi :
diakses tanggal 15 November 2017
diakses tanggal 15 November 2017
diakses tanggal 15 November 2017
diakses tanggal 15 November 2017
diakses tanggal 15 November 2017
Comments
Post a Comment